¤ Sifat Qidam.

Sifat kedua yang wajib ada pada Allah adalah sifat qidam , qidam dalam dzat-Nya juga qidam pada sifat-sifat-Nya . Dengan artian bahwa dzat dan sifat Allah itu tidak ada permulaanya , tidak didahului oleh ketiadaan . Dzat dan sifatnya Allah itu bukan dari yang asalnya tidak ada menjadi ada , tetapi dzat dan juga sifatnya itu dahulu tanpa ada awalnya dan juga tidak didahului oleh ketiadaan . Berbeda dengan para makhluk , ke-ada-an mereka itu ada permulaanya , didahului dahulu oleh ketiadaan , tidak ada dahulu baru ada . Sebut saja anak hewan , ke-ada-annya itu didahului dahulu dengan penciptaan sperma , yang pada waktu penciptaan sperma ini tentu belum ada yang dinamakan sebagai anak hewan . Dan nanti setelah melalui beberapa proses , baru akan muncul sesuatu yang dinamakan sebagai anak hewan .
Dan dalil atau bukti akan wajibnya sifat qidam pada Allah adalah sebagai berikut :
~ ketika Allah itu kok tidak wajib memiliki sifat qidam , maka wajib bagi Allah untuk memiliki sifat hudust atau baru . Karena setiap segala sesuatu yang maujud , yang ada , itu kalau tidak qidam ya hudust , tidak ada yang lainya ataupun pertengahan antara keduanya . Maka ketika sesuatu itu tidak memiliki sifat qidam , maka pasti ia memiliki sifat hudust , atau sebaliknya .
~ dan ketika Allah itu kok mempunyai sifat baru , maka sudah pasti Allah akan membutuhkan pada seseorang yang membarukanya , atau yang sering disebut seorang muhdist . Dan ketika Allah itu kok membutuhkan pada seorang muhdist , maka si muhdist itu pun juga akan membutuhkan pada si muhdist lagi . Karena Allah , yang berstatus sebagai muhdist , itu juga membutuhkan pada muhdist , maka muhdist yang membarukan dzat yang muhdistpun akan membutuhkan pada muhdist lagi
.
~ dan ketika hal di atas , yaitu butuhnya seorang muhdist pada muhdist lainya , itu kok terjadi secara terus menerus tanpa henti , maka nanti hal ini akan memunculkan " tasalsul " . Yaitu terus menerusnya suatu perkara dari satu perkara ke perkara yang lainya tanpa ada akhirnya . Dan jika hal di atas ( membutuhkanya seorang muhdist kepada muhdist lainnya ) itu kok ada akhirnya , dengan gambaran bahwa si muhdist yang membarukan Allah itu juga dibarukan oleh Allah , maka hal ini akan memunculkan suatu daur . Yaitu berhentinya suatu perkara kepada perkara yang lain , yang mana perkara yang lain itu berhenti pada sesuatu perkara tersebut .
~ Dan keduannya , yaitu tasalsul dan daur , itu adalah sesuatu hal yang muhal / tidak mungkin terjadi .
~ Sedangkan segala sesuatu yang mendatangkan pada
ketidak mungkinan / kemuhalan ( yaitu sifat baru pada Allah ) itu juga dihukumi muhal / tidak mungkin . Maka sifat barunya Allah itu dihukumi muhal / tidak mungkin , karena barunya Allah itu bisa mendatangkan sesuatu hal yang muhal , yaitu tasalsul dan daur .
~ dan ketika sifat hudust atau barunya Allah itu telah ditetapkan sebagai sesuatu yang tidak mungkin bagi Allah , maka tetaplah bahwa Allah itu wajib bersifat qidam .
~ wallahu a'lamu bis showaab

Komentar